banyak anak banyak rejeki…
adalah salah satu dari banyak hal yang orang tua milenial tidak mempercayainya lagi.
ya, lebih dari setengah teman dan relasi saya tidak percaya akan prinsip itu hahaha.
oh iya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, apa kabar?
sudah lebih dari 3 tahun saya ga menuliskan sesuatu disini, karena satu dan lain hal, yang memang bukan lah sebuah kesibukan yang produktif, membuat blog ini lama tidak tersentuh oleh saya. (yah, kita bahas lain kali ya..sekarang mau lanjut bahas judul dulu..)
Orang tua masa kini, lebih teliti dalam melakukan perhitungan sepertinya, termasuk perhitungan akan waktu dan biaya sekolah anak. Jadi, prinsip saya banyak anak banyak rejeki kerap kali menjadi bahan tertawaan teman-teman. kebanyakan dari mereka sudah memikirkan untuk biaya sekolah anak sejak dari bayi, hal ini tentu saja hal yang positif, karena telah memiliki visi dan pertimbangan yang disiapkan jauh-jauh hari.
Selain biaya sekolah, beberapa teman juga memiliki pertimbangan terkait perhatian yang bisa diberikan tiap anak yang dimiliki tentu lebih banyak apabila anaknya sedikit, dengan waktu yang sama 24 jam tiap orang, apabila cuma 2 anak tentu saja lebih banyak perhatian yang bisa diperoleh tiap anak dibanding yang memiliki 5 anak. sekilas hal ini tentu saja benar, apabila anda menganggap anak adalah sebuah beban dengan kebutuhan kuantitas yang harus dipenuhi. tapi saya tidak akan mencoba mendebat prinsip orang lain, pada kali ini saya akan menjelaskan kenapa saya memegang prinsip saya, yah tentu saja bergerak dari alasan orang lain yang berbeda prinsip dengan saya.
Pertama terkait biaya sekolah, menurut saya biaya sekolah yang merupakan bagian dari harta adalah hal yang bisa dikategorikan sebagai rejeki. Ya, tentu saja tidak banyak yang akan berbeda pendapat dengan saya kalau saya mengatakan bahwa kekayaan dan harta adalah rejeki. Nah, selanjutnya anak, bagi saya anak juga termasuk dari rejeki. Dan yang saya pahami adalah rejeki itu tidak akan tertukar, tidak diketahui yang merupakan rahasia Allah, rejeki sudah dijamin, sehingga rejeki akan mengejar kita sama seperti kematian mengejar kita. Beberapa orang berpendapat bahwa kita mungkin tidak tahu rejeki kita dimana, namun kita tetap berusaha yang terbaik, dan satu yang pasti, rejeki kita tahu kita ada dimana. Yah karena itu lah, harta untuk biaya sekolah adalah rejeki, dan anak sendiri adalah rejeki, karena menurut saya kedua hal tersebut adalah di laur kekuasaan kita. Harta, yang belakangan ini sering dianalogikan dengan gaji atau penghasilan bagi yang bekerja, atau profit atau keuntungan bagi yang berbisnis. Sekilas memang terkesan bisa diatur paling tidak dari sisi angka, namun rahasianya adalah berapapun angka yang kita peroleh bisa saja habis dalam sekejap melalui berbagai kejadian yang tidak kita sangka-sangka. Ini lah mengapa rejeki harta itu bukan dari yang dihasilkan, melainkan dari yang kita gunakan atau pakai. Sedangkan yang perolehan harta nya lebih sedikit bisa saja memiliki atau menggunakan lebih banyak karena kondisi keluarga yang selalu sehat, aman dan tidak ada pengeluaran mendadak yang menghabiskan harta. Anak, ya anak merupakan rejeki yang di luar kekuasaan kita. Pada dasarnya, memperoleh anak adalah setelah menikah, namun tidak sedikit pasangan suami istri yang tidak kunjung memiliki anak meskipun sudah menikah untuk waktu beberapa lama, baik itu disebabkan oleh kondisi kesehatan, kesibukan, atau pun tidak ada alasan khusus yang menyebabkan mereka belum dikaruniai keturunan, meskipun secara medis suami istri tersebut terbukti sehat wal afiat. Hal ini karena memang, anak adalah rejeki, anak adalah titipan dari Allah, anak adalah kepercayaan Allah kepada kedua orang tua (tidak berarti bahwa yang tidak memperoleh anak adalah tidak dipercaya, tapi Allah punya rencana lain untuk mereka). Pun, yang berencana untuk tidak menambah anak, biasanya menggunakan berbagai metoda salah satunya Pil KB, kadang bisa saja gagal dan tetap hamil. Jadi, harta dan anak adalah rejeki yang sudah ditentukan untuk setiap manusia. Bahkan secara ekstrim, ada yang beranggapan bahwa rejeki itu tidak bisa dihindari, sama mustahilnya dengan menghindari kematian.
Lalu, terkait dengan perhatian yang diberikan ke anak lebih banyak apabila anak lebih sedikit, menurut saya itu benar apabila anak adalah sebuah benda yang membutuhkan input berupa kuantitas, sedangkan anak adalah makhluk hidup yang tentu saja tidak terukur hanya dengan jumlah, melainkan juga dengan kualitas, bahkan dengan kualitas yang bagus bisa dipenuhi dengan kuantitas yang lebih sedikit. Bahkan apabila bisa memberikan kuantitas yang sama dengan kualtias yang lebih bagus, tentu saja hal ini akan lebih baik untuk anak.
Jadi, itu lah mengapa menurut saya, kekuatiran akan biaya dan waktu perhatian untuk anak menjadi penyebab bagi pasangan suami istri membatasi jumlah anak tidak sesuai. Namun, kembali ke pribadi masing-masing pasangan, karena masih banyak alasan lain yang berbeda-beda yang dimiliki tiap pasangan, entah itu masalah kesehatan fisik, atau masalah kesehatan mental, dan lain sebagainya. Kemudian menurut saya banyak anak banyak rejeki adalah benar, karena beberapa hal, pertama yaitu rejeki suami itu sedikit dan yang banyak adalah rejeki istri dan rejeki anak, sehingga dengan memiliki banyak anak tentu saja rejeki seorang laki-laki akan bertambah karena rejeki anaknya dititipkan melalui dia (stop! kita tidak akan membahas memiliki banyak istri). Kedua, tiap manusia memiliki rejeki masing-masing yang sudah ditetapkan, termasuk anak kita. Berkaitan dengan poin sebelumnya, sehingga anak kita pun sudah memiliki rejekinya sendiri. Ketiga, terlepas dari rejeki masing-masing anak, si anak itu sendiri pun merupakan sebuah rejeki, paham kan? jadi sebelum membahas rejeki si anak yang melalui orang tuanya, anak itu sendiri merupaka sebuah rejeki bagi orang tuanya. Keempat, serupa dengan hal-hal sejenis rejeki yang merupakan rahasia Allah dan sudah ditentukan yaitu lahir, jodoh, rejeki dan mati. Anak juga rahasia Allah, bagi yang menginginkan apabila memang sudah rejekinya tidak akan ada penghalang baginya, namun apabila memang bukan rejekinya, segala usaha pun tidak akan mendatangkan rejeki baginya.
Leave a Reply